Sepertinya, saat ini waktu sedang mencoba menegurku yang kini muak dengan sebuah keadaan. Ya, keadaan hidup yang belum tentu semua orang merasakan, menerima, dan bertahan dalam keadaan itu. Tapi, sebuah kenyataan terlanjur menyadarkan aku akan pentingnya fungsi "sistem imun" untuk bertahan menjadi seorang yang tegar di tengah situasi sulit seperti ini.
Aku merasa asing dalam keluargaku sendiri. Yak, itulah titik permasalahannya. Hahaha!!!!! Apa di dunia ini ada seorang anak yang menyerupai aku? Mungkin hanya 1 : 1milyar orang di dunia. Pokok permasalahan inilah yang membuat aku terlihat berbeda dari anak-anak normal lain yang terlihat hangat dengan orangtuanya. Merasa iri? Nelangsa? Sesak? Ya, aku selalu merasakannya.
Aku memang tidak terbiasa ngobrol sama ibuk, sama ayah, atau sama sanak famili lainnya. Bukan karena apa-apa, cuman aku tak bisa mengalahkan sifatku yang cenderung tertutup. Nggak heran juga kalau suatu saat mereka mengajakku sekedar ngobrol atau menanyakan sesuatu, aku selalu menjawab dengan kata-kata seperlunya saja. Contoh: "Kak, ini baju barumu ta? Kok nggak modis banget se? Beli dimana?" | "Emang modelnya gitu, buk. Beli di pasar atom"
*sedikit nggerundel gara2 dibilang nggak modis*
Beberapa Menit Kemudian.................
"Kamu itu mbok ya beli baju model hem aja gitu lho. Sekalian buat kuliah. Nanti model baju kayak gini cuma mbok pakek sekali tok" | "................" #CumaDiem
"Kenapa kok diem? Ngerasa nyesel ta beli baju kayak gini? Tau gitu beli sama ibuk aja" | "Lha ibuk mesti kalo milih baju modelnya tua banget. Aku tambah nggak nyaman." | "Terusno yo wong tuwone kok malah sing diseneni"
WTF!!!! Aku nggak bilang apa-apa setelah itu. Apa aku salah jika opiniku bertolak belakang dengan opininya? Tadinya aku mengira bahwa jika aku diam, setidaknya aku aman dari dosa. Namun ternyata ibu yang memintaku angkat bicara. Ketika aku meng-iya-kan permintaan ibu, aku juga dipersalahkan. Serba salah!!!
Aku mencoba berpikir jauh. Meskipun tak tahu siapa yang menuntunku menuju arah pikiran yang jauh itu. Aku berpikir, "Kenapa aku nggak pernah benar dimata orang tua ku sendiri? Kenapa aku selalu merasakan ada jurang diantara aku dan ibu? Dan kenapa ibu lebih menyukai adik daripada aku?" Mungkin jawabannya adalah: "Aku nggak pernah serumah sama orangtuaku sendiri"
Dari kalimat itu ada suatu penjabaran cerita yang nggak ada habisnya, air mata yang selalu mengalir, kesedihan yang disembunyikan, dan keletihan yang telah lama tersimpan.
Mungkin baru sekarang aku bisa meluapkan perasaan lewat beberapa kalimat seperti ini. Ada kelegaan yang aku rasakan setelah menulis dan meluapkan semua masalah yang aku pendam. Hanya sepotong cerita. Namun meskipun hanya sepotong cerita, setidaknya ada sepotong beban yang mencair dan berhasil menghilang dari pikiranku untuk sementara waktu.................
30 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Comment:
Posting Komentar