30 Maret 2012

Actually bad.

Sepertinya, saat ini waktu sedang mencoba menegurku yang kini muak dengan sebuah keadaan. Ya, keadaan hidup yang belum tentu semua orang merasakan, menerima, dan bertahan dalam keadaan itu. Tapi, sebuah kenyataan terlanjur menyadarkan aku akan pentingnya fungsi "sistem imun" untuk bertahan menjadi seorang yang tegar di tengah situasi sulit seperti ini. 
Aku merasa asing dalam keluargaku sendiri. Yak, itulah titik permasalahannya. Hahaha!!!!! Apa di dunia ini ada seorang anak yang menyerupai aku? Mungkin hanya 1 : 1milyar orang di dunia. Pokok permasalahan inilah yang membuat aku terlihat berbeda dari anak-anak normal lain yang terlihat hangat dengan orangtuanya. Merasa iri? Nelangsa? Sesak? Ya, aku selalu merasakannya.
Aku memang tidak terbiasa ngobrol sama ibuk, sama ayah, atau sama sanak famili lainnya. Bukan karena apa-apa, cuman aku tak bisa mengalahkan sifatku yang cenderung tertutup. Nggak heran juga kalau suatu saat mereka mengajakku sekedar ngobrol atau menanyakan sesuatu, aku selalu menjawab dengan kata-kata seperlunya saja. Contoh: "Kak, ini baju barumu ta? Kok nggak modis banget se? Beli dimana?" | "Emang modelnya gitu, buk. Beli di pasar atom"
*sedikit nggerundel gara2 dibilang nggak modis*


Beberapa Menit Kemudian.................


"Kamu itu mbok ya beli baju model hem aja gitu lho. Sekalian buat kuliah. Nanti model baju kayak gini cuma mbok pakek sekali tok" | "................" #CumaDiem
"Kenapa kok diem? Ngerasa nyesel ta beli baju kayak gini? Tau gitu beli sama ibuk aja" | "Lha ibuk mesti kalo milih baju modelnya tua banget. Aku tambah nggak nyaman." | "Terusno yo wong tuwone kok malah sing diseneni"


WTF!!!! Aku nggak bilang apa-apa setelah itu. Apa aku salah jika opiniku bertolak belakang dengan opininya? Tadinya aku mengira bahwa jika aku diam, setidaknya aku aman dari dosa. Namun ternyata ibu yang memintaku angkat bicara. Ketika aku meng-iya-kan permintaan ibu, aku juga dipersalahkan. Serba salah!!!


Aku mencoba berpikir jauh. Meskipun tak tahu siapa yang menuntunku menuju arah pikiran yang jauh itu. Aku berpikir, "Kenapa aku nggak pernah benar dimata orang tua ku sendiri? Kenapa aku selalu merasakan ada jurang diantara aku dan ibu? Dan kenapa ibu lebih menyukai adik daripada aku?" Mungkin jawabannya adalah: "Aku nggak pernah serumah sama orangtuaku sendiri"
Dari kalimat itu ada suatu penjabaran cerita yang nggak ada habisnya, air mata yang selalu mengalir, kesedihan yang disembunyikan, dan keletihan yang telah lama tersimpan. 
Mungkin baru sekarang aku bisa meluapkan perasaan lewat beberapa kalimat seperti ini. Ada kelegaan yang aku rasakan setelah menulis dan meluapkan semua masalah yang aku pendam. Hanya sepotong cerita. Namun meskipun hanya sepotong cerita, setidaknya ada sepotong beban yang mencair dan berhasil menghilang dari pikiranku untuk sementara waktu.................

17 Maret 2012

Dalam Hati Saja

If you need a reason why i left you, i will say, "I'm leaving, cause you never ask me to stay"
If you ask me why do i love you stupidly, i just say, "I don't know why cause i'm stupid"
Ya, aku emang cukup bodoh untuk dibodohi oleh manusia sepintar dia. Dia pintar membuat aku sebodoh ini. Dia pintar membuat aku berharap. Dia pintar membuat aku cemburu. Dia pintar menyusun sebuah cerita cinta segitiga dengan aku sebagai tokoh antagonisnya.


Bentar deh ya, bukannya dulu itu aku yang jadi tokoh protagonisnya ya? Aku selalu menjadi pihak yang benar, berparas elok, dan diagung-agungkan oleh keberuntungan. Terus bukannya dulu si itu jadi tokoh antagonisnya ya? Dia yang egois, jahat, parasit, dan oportunis. Ya kan?
Tapi rupanya roda kehidupan sedang aktif berputar ya bung. Coba liat situasi yang sekarang! Aku sekarang yang jadi egois, jahat, parasit dan oportunis. Lalu dia berhasil merebut posisi keberuntunganku, menjadi orang yang cantik dan berarti dimatanya, dan yang terakhir dia selalu menjadi kebenaran dari apa yang dia harapkan sebelumnya.


Aku tidak akan pernah tahu kapan situasi seperti ini akan segera berakhir. Entah akan berakhir bahagia pada pihak ku atau pada pihak nya. Seandainya rasa ini sekalipun telah pergi, apa aku salah jika aku masih mengharapkan suatu kebahagiaan dari rasa yang telah pergi itu? Meskipun rasa itu sekalipun telah hilang, aku akan menghindar dari perasaan indahnya mencintai seseorang yang pertama kali singgah dan berlabuh dalam sekejab. Meski tak terucap, meski dalam hati saja :')

9 Maret 2012

What a...............!!!!

What a mean you are! What a liar! What a chicken! What a devil! What a.............. *sensor*


Rasanya hati itu kayak elpiji 3 kilo #eh salah elpiji 34,78 kg yang sengaja dibakar. Udah tau barang serem, tapi berani nantang mau njadiin barang serem macem elpiji jadi lebih serem lagi. Kentir, kemlinti, gendeng, gak bek sisan (gak penuh) (?)
Susah ya mendeskripsikan perasaan sama analogi analogi intelektual gitu. Bisa aja antara analogi satu sama analogi dua masih belum berkesinambungan dengan situasi hati. Sebisa bisa orang baca perasaan, kayaknya nggak separah aku menganalogikan perasaanku sendiri. Btw, analogi apaan sik?
Nggak penting. Sekarang yang penting ini..............


Ternyata masih ada lho jeung/ ndoro/ tuan/ nyonyah, orang di bumi ini yang sukanya pamer kalo punya "barang baru"!! Yaaaa meskipun "barang baru" nya itu cuma barang biasa. Ngerasa jadi pejantan tangguh ya kalo udah berhasil ngoleksi barang-barang yang dipengen? Ngerasa ganteng? Ngerasa hebat? Iyadeh, emang paling tangguh, ganteng, hebat di sepanjang masa. Mmm, masa purba tapi =)))


Aku sama sekali nggak keberatan kamu deket sama perempuan mana pun. Aku nggak berhak atas kamu. Aku bukan siapa siapa kamu. Dan yang pengen tak klarifikasi adalah memang aku pernah suka sama kamu, tapi itu dulu. Duluuuu banget, waktu aku masih polos dan mataku masih belum terbuka lebar :'>


Ngerasa dapet pahala ta kalo udah ingkar janji itu? Syek tak ngguyu syek :)) Katanya alim, ngajinya rutin, solat juga nggak pernah bolong, puasa senin-kamis juga nggak pernah lupa, tapi kenapa kok sombong nya nggak nguati gitu se mas? Oiyase, kan punya "koleksi baru" yah. Njiee yang sekarang udah berani bangga banggain "koleksi baru" mu. Nggak inget ta kalo dulu sering maki-maki "koleksi baru" mu? Nggak inget juga apa dulu suka nyia-nyia in "koleksi baru" nya? Nggak inget juga ta, dulu pernah bilang kalo "koleksi baru" mu itu aneh, mboseni, bikin ilfil, dan bla bla bla~? 
Dan... kayaknya kamu juga udah nggak inget kali ya sama janji janji buatanmu sendiri untuk aku!!!!   
Tau nggak ungkapan "seperti menjilat ludah yang sudah dibuang"? Yaaa kamu cukup pintar lah buat mengerti makna ungkapan nya. Kalo udah ngerti maknanya coba introspeksi lagi yah :'))
Mmm, btw met yaaaah..


Oiya satu lagi, pernah nggak sih aku maksa kamu buat suka balik ke aku? Pernah juga nggak sih aku maksa maksa kamu deket sama "koleksi-koleksi" mu yang lain? Pernah nggak ya aku maksa kamu mutusin semua "koleksi-koleksi" mu? Nggak kan ya. Muehehe.
Jadi, kamu juga nggak punya hak buat maksa maksa aku pacaran sama orang yang belum aku sukai. Ibuku yang sehari hari ngasih makan sama ngasih uang jajan aja nggak pernah mencampuri urusan pribadiku!! Tapi kenapa ya, kamu yang bukan siapa siapa ku jadi heboh sendiri gitu sok sok an ikut campur urusanku? Pengen jadi pahlawan kesiangan yah? Maaf mas, udah magrib!


Satu hal lagi yang mesti kamu camkan baik baik:
Uripmu yo uripmu, uripku yo uripku!
Mbiyen yo mbiyen, saiki yo saiki!

1 Maret 2012

Janji Diatas Ingkar

Pernah nggak kamu dijanjiin atau diiming-imingi sesuatu yang indah sama orang yang kamu harapakan? Seneng banget kan? Bahagia? Terharu? Kayak terbang gitu atau gimana? Kalau aku ya, nggak bisa diungkapin sama kata-kata pokoknya. Tau nggak "janji palsu" mu itu sempet bikin aku melayang. Tapi cuma bentar, habis gitu langsung jatuh. Muehehe.
Bisa dikatakan aku berhasil memendam rasa sakit akibat "jatuh" tadi dengan caraku sendiri. Ya, memang hanya waktu yang bisa bantu aku bertahan. Bukan siapa-siapa bukan apa-apa. Berat. Sakit. Capek. Nelangsa. Terkoyak. Macem-macem. Aku nggak menyalahkan siapa siapa. Karena kita sama sama salah. Tau nggak salahmu apa? Kamu salah karena udah membuat janji janji itu ada. Membuat aku semakin berharap. Lalu membuat aku semakin sakit menanggung resikonya.
Kalau aja aku udah tau kalau janji itu hanyalah omong kosong. Andai aja dulu aku yakin kalau janji itu adalah harapan yang hanyalah sebuah harapan. Pasti rasanya nggak sesakit ini ya. Meskipun aku adalah tipe anak yang "menter" tapi sementer-menter nya aku, pasti akan jatuh juga :'>
Aku mencoba mengkaitkan analisis persoalanku dengan persoalan yang dialami sama temen baikku. Inti permasalahannya adalah temen baikku ini baru menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang baru dekat dengannya selama 3 hari. Sebelumnya, memang laki-laki ini pernah dekat dengan teman perempuannya. Sampai akhirnya mereka mengikatkan diri mereka diatas sebuah janji dan bla bla bla~ Tapi dalam jangka waktu yang pendek pula laki-laki yang sekarang ini sedang menjalin hubungan dengan teman dekatku ini mengingkari janjinya dan berani menjalani hubungan dengan teman baikku ini.
Tentulah ada saja permasalahan yang dialami mereka. Salah satunya, pacar teman baikku ini masih belum bisa melupakan mantan teman dekatnya dahulu. Dan timbullah rasa ketidakpercayaan dari teman baikku kepada kekasihnya serta teman baikku ini sedang membenci "mantan" teman dekat kekasihnya itu.
Hey, sadar nggak? Sekarang aku sedang berada di posisi mantan teman dekat kekasihmu lho. Hahaha. Kadang aku benci sama sahabat baikku sendiri karena keberadaan sisi antagonisnya. Satu sisi dimana dia lebih respect dengan apa yang dia rasakan sendiri daripada apa yang sedang dirasakan mantan teman dekat kekasihnya. Egois. Jahat.
Mungkin sahabat dekatku masih belum menyadari bahwa "AKU DAN MANTAN TEMAN DEKAT KEKASIHNYA ITU SAMA SAMA NGGAK BISA MEMBEDAKAN MANA YANG JANJI MANA YANG SEKEDAR BUALAN. AT LEAST IT WAS SO HURT US!"