31 Juli 2011

It All Ends Now

Setelah beberapa tahun yang lalu aku bertahan untuk sebuah ketidakpastian, aku mulai meninggalkan harapan itu bersama waktu yang ditakdirkan. Sembari memejamkan mataku yang basah ditelan kepedihan yang selalu kusimpan dalam-dalam. Ku hela nafasku panjang dan menundukkan wajahku yang muram. Seakan ku tak ingin menatap kehidupan yang berada tepat di hadapanku. Sebab kehidupan itu terlihat menyakitkan bahkan amat menyakitkan. Ku tak bernyali melihat apa lagi melangkah menuju kehidupan itu. Semua terlihat pudar tanpa ada seberkas puing-puing keindahan yang tersisa.
Kurasakan kepedihan itu dibawah langit-langit kamarku. Tetes demi tetes air mata ini menjatuhi sarung bantalku. Namun, aku terus membiarkan tubuhku yang terbujur kaku diatas ranjang. Gadis macam apa aku ini? Tak lama aku mendengar suara terbesik halus menghinggapi telingaku. Suara itu berkata, "Hanya gadis tak tau diri, yang rela membiarkan dirinya jatuh kedalam keputusasaannya sendiri".
Perlahan ku raih telepon genggamku sembari menahan gemetir tanganku. Kubaca setiap pesan yang dikirim olehmu beberapa menit lalu. Sudah kukira jika setelah kubaca pesan itu, hati ini semakin terasa nyeri.
"Pesan itu sungguh Biadab !" 
Ya Allah, jika perlu aku mati untuk melupakan semua hal yang telah terjadi, maka LAKUKANLAH. Aku sudah kehabisan akal untuk mengetahui bagaimana cara menyikapi perasaan yang kutanam sendiri. Jika memang kematianku bisa mengakhiri semuanya, aku rasa hal itu tidak sebegitu buruk.